Opini: Di usia ke-75 tahun, Polisi Republik Indonesia terus melakukan pembenahan. Sejak awal berdiri pada 1 Juli 1946, pemerintah Indonesia saat itu secara resmi mendirikan kesatuan polisi yang diberi nama Djawatan Kepolisian Negara dengan Penetapan Pemerintah tahun 104 No.11/S.
Djawatan Kepolisian Negera bertanggung jawab langsung kepada Perdana Menteri dan inilah yang menjadi cikal bakal Polri saat ini. Namun, sebenarnya jika dirunut dari sejarah sudah ada sejak kerajaan Majapahit.
Patih Gajah Mada saat itu membentuk pasukan elite untuk melindungi raja dan kerajaan yang disebut dengan Bhayangkara. Kemudian nama Bhayangkara ini melekat pada institusi Polri. Sebelum 1 Juli 1946, Korps Bhayangkara ini berada di bawah lingkungan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri).
Dikutip dari laman resminya, akar sejarah kepolisian di Indonesia terbagi dalam beberapa fase. Mulai dari masa penjajahan Belanda, Jepang, awal Kemerdekaan, masa orde baru dan orde baru, era reformasi.
Begitu juga dengan pucuk pimpinan Polri yang terus beregenerasi dari masa ke masa. Setidaknya sejak awal kemerdekaan Indonesia sudah 26 orang menjabat sebagai Kepala Polisi Republik Indonesia (Kapolri).
Sejak dilantik menjadi Kapolri ke-26 pada tanggal 27 Januari 2021, Jenderal Listyo Sigit Prabowo menata Polri menjadi sahabat masyarakat yang lebih modern dan humanis.
Baca juga:
Tony Rosyid: Pilkada dalam Bayangan Kematian
|
Betapa tidak, beberapa terobosan dilakukan oleh Jenderal Sigit. Tanpa melupakan ketegasan yang harus dimiliki oleh Kepolisian, Jenderal Sigit melakukan pendekatan humanis dengan masyarakat. Masyarakat pun lebih merasakan kehadiran Polri.
Misalnya, pada saat pandemi Covid 19, Kepolisian bersama-sama dengan seluruh stake holder bahu membahu memberikan bantuan. Tak hanya itu, dalam setiap ada bencana alam pun, Kepolisian tidak pernah absen untuk memberikan bantuan.
Padahal, sebagai aparat keamanan, tugas pokok Kepolisian bukanlah itu. Akan tetapi, dibalik tugas pokok yang mampu diselesaikan, Jenderal Sigit pun melakukan tugas lain yang tak kalah mulia, yakni membantu masyarakat.
Bukti lain yang dirasakan masyarakat bahwa Polisi hadir ditengah-tengah mereka adalah, komitmen Kapolri memberantas Mafia Tanah. Masyarakat di Jawa Tengah & Jawa Timur, khususnya sudah merasakan langsung bagaimana sikap tegas Polri membekuk mafia tanah yang kerap merugikan & meresahkan masyarakat. Bahkan soal sikap tegas Polri terhadap mafia tanah mendapat apresiasi Komisi III DPR RI saat Rapat Dengar Pendapat (RDP) Komisi III DPR RI dengan Kapolri & jajaran sebagai mitra kerja.
Memang, sudah seharusnya Kepolisian dekat dan menyentuh masyarakat. Sebab, Kepolisian lah yang sehari-hari berinteraksi dengan masyarakat. Namun, saya menilai kedekatan Kepolisian dengan masyarakat pada masa Jenderal Sigit dilakukan dengan cara yang lebih humanis, dilakukan dengan cara yang menurut saya berbeda dengan cara yang dilakukan Kapolri-Kapolri sebelumnya.
Jenderal Sigit melalui kampanye 'Presisi' yang dibuat memang memiliki visi dan misi membuat Kepolisian bisa lebih berdampak positif kepada masyarakat. Dampak positif yang lebih mengedepankan pendekatan humanis dalam menangani persoalan masyarakat.
Contohnya, untuk penanganan pidana yang tergolong ringan, Kepolisian tidak lagi melakukan tindakan represif, namun lebih melalui tindakan penyelesaian secara damai. Makanya, Kepolisian ditingkat kecamatan atau Kepolisian Sektor (Polsek) tidak lagi melakukan penyelidikan terhadap kasus pidana.
Hal ini merupakan salah satu reformasi Kepolisian yang saya pikir sudah menjadi langkah maju bagi Kepolisian. Reformasi Kepolisian yang selama ini didengung-dengungkan telah membuat Kepolisian kembali seperti dahulu, yakni fokus pada pendekatan masyarakat.
Jika kita melakukan komparasi atau perbandingan korps Bhayangkara dengan keadaan kemarin, mau tidak mau dan suka tidak suka kita harus mengakui bahwa gerakan kepolisian memang lebih kepada tidak lagi membuat jarak dengan masyarakat.
Presisi Untuk Indonesia Maju
Mengusung jargon Presisi yaitu (prediktif, responsibilitas, transparansi, berkeadilan), ada 16 program prioritas Jenderal Sigit sebagai Kapolri, yakni penataan kelembagaan, perubahan sistem dan metode organisasi, menjadikan SDM Polri Yang Unggul di Era Police 4.0, perubahan teknologi Kepolisian modern di Era Police 4.0, pemantapan kinerja pemeliharaan keamanan dan ketertiban masyarakat, peningkatan kinerja penegakan hukum, pemantapan dukungan Polri dalam penanganan Covid-19, pemulihan ekonomi nasional, menjamin keamanan program prioritas nasional, penguatan penanganan konflik sosial, peningkatan kualitas pelayanan publik Polri, mewujudkan pelayanan publik Polri yang terintegrasi, pemantapan komunikasi publik, pengawasan pimpinan dalam setiap kegiatan, penguatan fungsi pengawasan, pengawasan oleh masyarakat pencari keadilan (Public Complaint).
Dari 16 program kerja prioritas Polri, dapat dilihat bahwa mendekatkan diri kepada masyarakat merupakan bagian dari program prioritas. Dan lagi-lagi hanya Jenderal Sigit yang terbukti menjalankan Presisi dengan pendekatan humanis.
Adapun jika kita melihat lebih jauh lagi, program Presisi merupakan program yang juga dapat mendukung program Indonesia Maju yang menjadi program dan visi dari presiden Joko Widodo.
Kenapa saya sebut Presisi mendukung Indonesia Maju? Sebab, saya melihat jika program Indonesia Maju lebih menekankan kepada kemajuan masyarakat dalam berbagai bidang. Nah, program Presisi pun menjadikan masyarakat sebagai ujung tombak untuk pemeliharaan keamanan dan ketertiban masyarakat.
Keamanan dan ketertiban masyarakat pun dapat dilihat sudah cukup baik. Setidaknya kita melihat kerusuhan yang terjadi ataupun konflik horizontal ditengah masyarakat dapat diminimalisir.
Dengan bertambahnya usia Kepolisian, saya berharap agar Jenderal Sigit tetap konsisten dalam melaksanakan program Presisi. Dengan program Presisi, saya yakin Jenderal Sigit bisa membawa Polisi Republik Indonesia menggapai cita-cita Indonesia Maju.
Akhir kata, saya mengucapkan hut Bhayangkara ke-75. Semoga Bhayangkara semakin jaya di darat, laut dan udara.